Java Script

Inno

Bar

Tab

Tab 1

KONTEN 1

Tab 2

KONTEN 2

Tab 3

KONTEN 3

About

Jumat, 17 Februari 2012

Bintang Indonesia di Karpet Merah Berlinale

Sutradara Edwin, aktris Ladya Cheryl, aktor Nikolas Saputra, penata fotografi Sadi Saleh, produser Meiske Taurisia, M. Abduh, dan kru lain berjalan melewati karpet tersebut, sebagaimana para bintang dan pekerja film dunia lainnya. Sebagian dari mereka tak berhasil menyembunyikan perasaan yang masih “ragu”.

Ladya datang dengan gaun kuning simpel yang anggun. Sementara kaum lelaki mengenakan tuksedo dan dasi kupu-kupu. Turut serta pula istri Edwin dan anak balita mereka, yang jadi bintang lain di karpet merah. Kehadiran mereka disambut di gerbang Berlinale Palast oleh Direktur Festival Berlin, Dieter Kosslick.

Kisah film Kebun Binatang berpusar pada sosok Lana (Ladya Cheryl) yang dibesarkan di Ragunan dan diasuh seorang pawang binatang. Pada satu titik ia mengikuti seorang lelaki rada keren (Nicholas Saputra) yang selalu berpakaian ala koboi-dan karenanya hanya disebut sebagai Koboi. Dimulai dengan membantu Koboy berjualan obat palsu dengan atraksi sulap, Lana pun memasuki suatu kehidupan urban yang ganjil. Sebuah film dengan sinematografi yang cantik dan mood yang menggugah.

Saat jumpa pers dan sesi pengambilan foto khusus, wartawan yang hadir memang tak sebanyak waktu ada Angelina Jolie atau Meryl Streep. Tetapi, para wartawan bertanya secara antusias. Seorang wartawan Prancis malah menanyakan soal wajah perfilman Indonesia, yang baginya masih gelap.

Edwin menyatakan bahwa ia memang sejak awal punya ketertarikan khusus dengan kebun binatang, yang tampak sebagai tempat memperoleh ketenangan yang langka di kota besar seperti Jakarta.

Menjawab pertanyaan seorang wartawan Cina, ia menegaskan, filmnya tak punya maksud politik apapun. Dia juga tidak mempersalahkan kebijakan pengelolaan kebun binatang, misalnya. Soal jerapah sebagai binatang sentral dalam alur film, kata dia, diambil berdasarkan pertimbangan artistik belaka, mengingat sosoknya yang spektakuler dari segi ukuran, namun lembut dalam bergerak, dan cantik dari segi penampilan.

“Juga,” kata Edwin, “jerapah itu mahluk yang saya rasa representatif untuk menggambarkan dunia mimpi. Sesuai dengan film ini, yang mestinya feeling-nya seperti dunia mimpi.”

Tentang dua adegan telanjang di sana, kata Edwin, itu bagian integral yang tak bisa dilepaskan dari struktur film. Jadi ia tak akan membayangkan adegan-adegan itu dipotong sebagai kompromi agar bisa diputar luas di Indonesia.

Adapun Ladya Cheryl menggambarkan bagaimana ia mendatangi Kebun Binatang Ragunan secara rutin selama setengah tahun untuk membiasakan diri dengan binatang yang akan menjadi mitra mainnya. “Saya bahkan selama periode ini praktis bekerja sebagai asisten zoo keeper,” kata dia.

Seorang waratwan lain bertanya, apakah mereka merasa jadi duta Indonesia, mengingat baru kali ini ada film Indonesia di ajang kompetisi festival ini. Nicholas Saputra menjawab bahwa mereka hanya pekerja film, bukan diplomat.

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More